Minggu, 28 September 2014

Refleksi Kematian

Manusia hidup dan dihidupkan dengan satu tujuan, untuk mati. Begitu kira-kira yang sering saya dengar ketika ceramah atau datang ke pengajian. Hanya sesimple itu sebetulnya, hidup untuk mati. Tapi coba direnungi apakah hidup hanya selurus itu? rasanya tidak. Ada banyak alasan mengapa manusia diciptakan selain untuk mati, menurut saya. Mungkin mati sebagai penanda batas, bahwa apapun yang kita perbuat dan dapatkan, hidup kita akan berakhir pada ruang 2x2 dengan balutan kain kafan.


Kenapa berat banget obrolan soal mati, karena sebagian dari kita (dan saya) punya ketakutan kepada kematian. Entah karena merasa belum cukup "bekal" atau belum cukup merasakan kesenangan fana. Hahaha....

Saya habis menjenguk nenek teman saya, beliau sudah 80-an tahun, sakit parah namun masih sadarkan diri, disela-sela rintihan kesakitan beliau meminta untuk mati saja. Sedih. Dibalut kulit tuanya, dan didera sakit yang luar biasa, Mbah lupa merasakan hidup, ingin melupakan rsanya sakit yang menusuk setiap jengkal tubuhnya dengan mati. 

Saya tertampar, begitu hebatnya kehidupan. Saya pun sering lupa bagaimana semestinya hidup. Apakah ada manual book untuk menjalani hidup yang baik. Konyol? iya memang. Banyak ketakutan kita terhadap kematian karena hal-hal yang sebenernya diluar kuasa dan kontrol kita. Mungkin seharusnya yang lebih penting untuk dikhawatirkan adalah hidup, bagaimana membuat perjalanan kita sebelum mati ini berharga.

Bagaimana kita menghargai hidup. Banyak orang memilih untuk mengakhiri hidup mereka, karena mereka merasa tidak ada yang baik dalam hidup mereka. Tapi mungkin mereka lupa, saya, kamu sudah diberikan nyawa, mimpi dan keinginan. Sudah diberikan kehidupan. Ketika ada yang ingin mati, kita takut mati. Namun, lupa bahwa esensi kehidupan adalah menuju mati. Saya tersadar bahwa konyol saja kalo kita harus melakukan hal-hal yang tidak baik hanya untuk hidup, karena sejatinya kehidupan itu sendiri adalah sesuatu yang baik, sesuatu yang harus kita syukuri keberadaanya. 

Semoga saya dan kamu bisa memaknai hidup dengan lebih bijaksana.


_ALS29092014_

Selasa, 27 Mei 2014

Addicted To Work

Do you love what you do? or you do what you love?

Actually, i enjoyed most of my time in front of the computer, i always find it's fascinated. Discover something, read something new, create an idea, for me is like making my dream come true.

But lately i realized, yes i do love my job, i forget to enjoy life, what happened out there, away from my computer. i used to work late everyday, feels like doing a great thing after a long day. i wondering lately, do i really enjoy that? or i try to run from something that i cant face?  

Kamis, 15 Mei 2014

Rotasi

Ingat dulu ketika SD kita familiar dengan kata roytasi? bumi berotasi pada porosnya 1 x 24 jam. Jadi rotasi membutuhkan poros. Poros yang menjadi pusat tumpuan berputar, tumpuan untuk bergerak. Begitu pula rumah yang sejatinya merupaka tempat 'pulang' tempang kembali.

Mengapa kita sebergantung itu dengan sebuah poros, apakah kita tidak bisa berputar bebas seperti gangsing? ah gangsing pun memiliki titik tumpu, jadi seperti apa hidup yang tanpa poros, hidup yang tidak memiliki titik tumpu?

Tanpa sadar kita ikut berputar bersama bumi, pagi-siang malam, belajar, berproses melewati waktu. Sadarkah hidup kita sendiri ikut berotasi? Melihat seseorang - membicarakannya, sadarkah bahwa orang lain mungkin saja akan membicarakan kita, seperti apa yang kita lakukan.

Saya tersadara ketika begitu membenci seseorang atau mencintai seseorang, perasaan tersebut ikut berotasi. Hilang dan kembali, kemudian bertambah dan berkurang. Mungkin ada sesuatu yang terlewatkan, tanpa sadar saya lupa, bahwa perasaan saya ikut berotasi. Begitu pun dengan kelakuan saya. Mungkin hari ini saya baik, tapi rotasi membuat saya lupa bahwa sejatinya saya baik.

Tersadar oleh sesuatu, bahwa semua hal yang berlebihan itu tidak baik. Perasaan ataupun pikiran. Mungkin seharusnya ketika perasaan berotasi, saya harusnya diam, menarik napas panjang, berhenti berpikir, memejamkan mata kemudian melupakan. Mungkin seharusnya begitu, karena saya lupa ketika perasaan berotasi ke arah lain, saya akan menyesali apa yang saya lakukan sebelumnya.

Karena hidup yang singkat akan terus berotasi. Mari menjernihkan kepala.