Kamis, 22 November 2012

#selfnote

Passion is not what you're really good at, but what you enjoy the most- your job is not your career

Senin, 19 November 2012

Jadi Jagoan Ala Ahok : A Review


Walaupun ini udah basi dan lewat udah lama banget, tapi gw ngerasa kalo ini adalah hutang yang harus gw posting dan selesaikan...udah lama banget ada di draft blog gw...mari dibaca :
Jadi Jagoan Ala Ahok : A review
Siapa Ahok? Siapa sih yang gak kenal Ahok sekarang atau Basuki Cahya Purnama. Pasangan dari Joko Widodo untuk Wagub DKI ini tenarnya udah ngalahin selebritis, dari berita sampai infotaintment nayangin kegiatan, profil, dan sepak terjang kedua pasangan DKI 1 ini. Tapi ini sekarang, dulu...siapa sih Ahok?
Buat sebagian kita nama Ahok mungkin tidak familiar. Kemunculannya di kanca PilGub DKI merupakan pertama kali kita mengenal sosoknya. Tentu saja kehadirannya membawa angin segar, selain isu SARA yang muncul dibelakangnya, cara Ahok berkampanye dan memperkenalkan diri ke masyarakat menarik perhatian banyak mata. Namun, sepasang mata telah menemukan kehebatan Ahok bertahun-tahun lalu, saat menjadi bupati Bangka Belitung, keberhasilan Ahok menjadi Bupati Bangka Belitung yang notabene 80% penduduknya pemeluk agama Islam.
Chandra Tanzil, seorang yang dikenal sebagai pribadi dengan kemauan kuat dan cerdas. Sosok yang dirindukan bahkan setelah kepergiannya, meninggalkan sebuah catatan sejarah tentang seorang pemimpin baru DKI. Sejujurnya saya tidak mengenal beliau secara personal, hanya mendengar cerita dari beberapa orang, membaca profilnya, dan melihat karyanya. Chandra Tanzil, bersama Amelia Hapsari menyutradarai Jadi Jagoan Ala Ahok (Fight Like Ahok).
Sehari setelah terpilihnya Jokowi dan Ahok menjadi pemimpin baru DKI, film dokumenter dengan durasi 39 Menit ini diputar di Goethe House.  Sebuah film perjalanan seorang pemuda tioghoa yang bertekad untuk memperbaiki keadaan masyarakat sekitarnya dengan menjadi pemimpin di daerahnya. Ahok adalah orang Tionghoa pertama yang menduduki kursi parlemen di Bangka Belitung. Cara Ahok berkampanye yang berbeda dengan wakil rakyat lainnya menarik bagi Chandra Tanzil dan Amelia Hapsari untuk diangkat sebagai sebuah film.
Film ini menceritakan bagaimana cara Ahok berhasil memenangkan kursi parlemen dengan membaginya dalam 7 jurus ala Ahok.  Tentu saja, film yang diproduksi tahun 2009 ini, dan baru dapat diselesaikan tahun 2012 ini, menjadi sebuah catatan sejarah. Dengan packaging dokumenter yang tidak biasa, dengan menghadirkan grafis ala komik, didukung dengan cara bertutur yang luwes, menjadikan film ini tidak hanya menginspirasi tapi juga menghibur.
Di saat yang sama hari pemutaran perdana Jadi Jagoan Ala Ahok juga merupakan peringatan kepergian Almarhum Chandra Tanzil. Sahabat dan orang terdekat beliau datang, mengapresiasi karya terakhirnya, memberikan untaian kenangan, dan doa. Jadi jagoan ala Ahok sebuah sumbangan sejarah bagi film dokumenter tanah air.
Semoga Almarhum mendapat tempat terbaik di sisiNya. 

Kamis, 08 November 2012

Jangan Ge Er

Pernah gak sih kamu ngerasa orang yang paling, apalah paling perduli, paling kece, paling menderita atau paling sengsara. GeEr atau GR (Gede Rasa), klo menurut saya sih sugesti, perasaan aja, tapi belum tentu benar. Buat saya ngerasa GeEr itu memang bagian menjadi manusia, walaupun dalam menurut saya sih GeEr sama congkak bedanya tipis banget. Mungkin untuk sesuatu yang hebat orang GeEr bisa diartikan congkak juga. Contohnya nih di lift suatu mall paling hip di jakarta selatan, " Duh kenapa ya gw ngerasa cuma yang tahu perkembangan mode di ........" entahlah setelah itu saya gak begitu merhatiin lagi. Tapi dengan nada mengeluh dia ngerasa bahwa cuma dia aja yang ngerasa kece. Hahaha...saya juga ngerasa koq saya suudzon  banget sama si mbaknya, berarti selain dia GeEr kalo dia paling kece, saya secara tidak langsung ikut2an GeEr (mungkin gak tau juga yang dimaksud mbaknya), klo saya termasuk yang diomongin sama mbaknya.

Sebenernya ini lesson learn 2 bulan belakangan ini. Saya banyak bertemu orang baru, mengikuti kisah sedih mereka, mendengarkan keluh kesah mereka, yang entahlah menghilangkan rasa GeEr saya. Dua bulan lalu ketika saya divonis punya tumor di payudara kanan saya, rasanya GeEr aja. Duh koq saya naas banget ya, punya penyakit beginian. Masih GeEr ngerasa paling sengsara, sebulan kemudian ketika divonis kanker payudara, saya mulai lebih ngerasa GeEr. Kenapa harus saya yang kena? Bukannya awam soal breast cancer, saya paham sangat paham, beberapa orang sodara saya juga pernah dan sedang mengalami kanker payudara.

Saya banyak merenung, menangis dan menyesal. Suatu hari saya ikut sebuah talkshow breast cancer awareness. Saya bertemu banyak cancer survivor, mereka bertahan dan berdamai dengan penyakit mereka. Mbak-mbak cantik, flawless, gak keliatan klo mereka sedang menderita. Ketika saya ke seorang dokter bertemu beberapa pasien yang bercerita tentang perjuangan mereka berobat, melawan kanker payudara. Berpindah lagi ketika saya berobat di Bali, bertemu dengan seorang Mbak dari Jakarta yang sudah diangkat kedua payudaranya, mengalami 35 kali kemo terapi, 25 kali radiasi. Tetap cantik, tetap semangat hidup. survive.

Kejadian-kejadian itu jadi self note buat saya sendiri, sesulit apapun, sesakit apapun, saya tidak pernah sendirian. Gak perlu GeEr merasa paling menderita, paling sakit. Setiap hal selalu ada hal baik, walaupun disampaikan dengan cara yang menyakitkan. Saya tidak pernah sendirian, ada keluarga, pasangan, teman2 dan para cancer survivor lainnya yang mendukung saya, menemani saya untuk gak ngerasa GeEr. Yang pasti selalu ada jalan keluar, selalu ada cara sembuh. Jangan GeEr, masih banyak orang di luar sana yang lebih, dalam konotasi apapun.

Buat saya, saat ini benar2 untuk memperbaiki diri. Menjadi pribadi baru, yang gak usah GeEr. Klo kata Bos saya sih "Biasa Aja Kali" karena kita paling susah merasa biasa aja. So mari berusaha untuk biasa saja dalam bersikap, tentu saja untuk hasil yang gak biasa donk.


Cheers,

Shinta